
NAPZA merupakan kepanjangan yaitu Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya, yang apabila digunakan dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan ketergantungan. NAPZA dapat menimbulkan dampak negatif yang sangat besar bagi tubuh, bukan hanya dampak secara fisik namun dampak bagi psikis juga ikut mengalami gangguan. Seseorang yang sudah ketergantungan NAPZA dapat ditandai dengan dosis yang semakin meningkat jumlahnya dan penggunaannya juga semakin sering, sehingga seseorang tersebut akan kesulitan mengontrol keinginan untuk menahan diri menggunakan NAPZA dan dapat juga muncul gejala putus zat yang menimbulkan penggunanya merasa tersiksa jika pengguna berhenti menggunakan.
Selain menangani isu-isu mengenai kesehatan reproduksi, PKBI Kota Semarang juga menangani permasalahan mengenai NAPZA, karena di dalam PKBI Kota Semarang terdapat konselor adiksi, jadi adanya PKBI Kota Semarang juga merupakan salah satu bentuk upaya dalam membantu pemerintah Kota Semarang untuk menekan angka kecanduan NAPZA di Kota Semarang. Adiksi merupakan penyakit bio psiko-sosial, artinya melibatkan faktor biologis, psikologis, dan sosial, adiksi merupakan penyakit yang mempunyai gejala bersifat kronik (sangat lama), dan progresif (makin memburuk jika tidak segera ditolong).
Maka dari itu proses rehabilitasi penting untuk membantu pecandu sembuh dari penyakit adiksinya, dalam proses rehabilitasi ini adanya peran konselor adiksi dalam menangani pecandu NAPZA sangat penting, karena tugas konselor adiksi memberikan konseling serta upaya penanganan dalam membantu klien pecandu NAPZA selama proses rehabilitasi yang nantinya akan membawa dampak positif bagi diri pecandu. Konselor adiksi merupakan orang yang bertugas melaksanakan kegiatan rehabilitasi kecanduan atau ketergantungan secara fisik dan mental terhadap suatu zat dan memiliki kemampuan dibidang kesehatan dan sosial yang mengkhususkan diri dalam membantu orang dengan ketergantungan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya.
PKBI Kota Semarang bersama konselor adiksi Tubagus Rueben M, Amd sudah menangani sejumlah 582 orang pengguna NAPZA, dari angka tersebut beberapa diantaranya berhasil dirujuk ke tempat rehabilitasi, sedangkan yang lainnya masih terdampingi secara intensif dan berhasil diarahkan untuk perubahan perilaku beresikonya dan upaya preventifnya, secara rutin dirujuk minimal 3 sampai 6 bulan guna memeriksakan kesehatannya seperti HIV dan hepatitis. Rehabilitasi memang menjadi upaya yang paling efektif untuk menyembuhkan para pecandu NAPZA, di Indonesia pemerintah telah mengatur pada UUD Nomor 35 Tahun 2009 tentang memfasilitasi rehabilitasi medis yang diwajibkan untuk pecandu NAPZA. Ada tiga tahapan umum yang harus dilalui pecandu NAPZA, dalam program pemulihan ini, para pecandu akan dilatih untuk mengontrol diri serta terbuka kepada konselor adiksi dan sesama pengidap. Berikut di bawah ini tiga tahapannya :
1. Tahap Rehabilitasi Medis (Detoksifikasi)
Pada tahap ini, dokter akan memeriksa kesehatan pecandu secara keseluruhan, baik fisik maupun mentalnya. Keputusan apakah pecandu perlu diberi obat-obatan tertentu untuk mengurangi gejala kecanduan tergantung pada pemeriksaan ini. Dosis obat yang digunakan akan tergantung pada jenis NAPZA dan intensitas gejala. Dalam situasi ini, dokter harus mempunyai kompetensi dan keahlian dalam mendeteksi gejala kecanduan NAPZA.
2. Tahap Rehabilitasi Non Medis
Pecandu NAPZA akan mengikuti dalam berbagai kegiatan pemulihan, seperti konseling, terapi kelompok, dan bimbingan spiritual atau keagamaan. Dalam kegiatan konseling, pecandu NAPZA diharapkan untuk dapat mengenali masalah atau tindakan apa yang memicu pemakaian NAPZA. Hal ini akan membuat pecandu dapat menemukan solusi terbaik untuk mengatasi semua kegiatan yang memicu memakai NAPZA.
3. Tahap Bina Lanjut (Aftercare)
Pecandu diberikan tahapan pada tingkat ini berdasarkan minat dan hobi untuk mengisi aktivitas sehari-hari. Hal ini dilakukan supaya mereka masih bisa kembali bekerja atau sekolah dalam pengawasan setelah menjalani rehabilitas. Konselor adiksi juga akan secara teratur memantau dan menilai rehabilitasi pecandu di setiap tahap.
Penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan narkoba yang memang bukan untuk tujuan pengobatan, tetapi agar dapat menikmati pengaruhnya, dalam jumlah berlebih, secara kurang lebih teratur, berlangsung cukup lama, sehingga menyebabkan ganggunan kesehatan fisik, gangguan kesehatan jiwa, dan kehidupan sosialnya, seperti yang sudah dijelaskan di awal, dan pada jaman sekarang ini generasi muda merupakan sasaran strategis mafia perdagangan NAPZA. Oleh karena itu, generasi muda sangat rawan terhadap masalah tersebut. Ada beberapa faktor utama penyebab penyalahgunaan NAPZA menurut konselor adiksi PKBI Kota Semarang, yang pertama adalah coba-coba (akibat dari rasa penasaran yang timbul dari dalam diri), faktor lingkungan, dan kondisi rumah, yang dimaksud kondisi rumah adalah keluarga dengan pola komunikasi yang buruk, disfungsi, atau memiliki anggota keluarga yang menggunakan NAPZA sendiri cenderung meningkatkan risiko seseorang untuk terlibat dalam penyalahgunaan NAPZA.
Untuk meminimalisir penggunaan NAPZA di Kota Semarang, PKBI Kota Semarang memiliki beberapa strategi, seperti memberikan informasi NAPZA seputar dampak buruk penggunaannya kepada masyarakat Kota Semarang dan masalah kesehatan dan pendampingan akan akses kesehatan. Memberikan informasi seputar rehabilitasi, akses layanan subtitusi (PTRM/Metadon), upaya strategi dalam pemberian informasi terkait preventif seperti pemberian kondom, layanan PrEP, layanan jarum suntik steril, dan layanan Institusi Pengguna Wajib Lapor (IPWL) yang itu semua dapat diarahkan oleh PKBI Kota Semarang dalam langkah strategi adanya dampak buruk bagi pengguna NAPZA.
Sumber:
https://media.neliti.com/media/publications/169828-ID-faktor-faktor-penyebab-penyalahgunaan-na.pdf (media.neliti.com),
https://www.halodoc.com/artikel/ini-proses-dan-tahapan-rehabilitasi-pada-pecandu-narkoba (halodoc.com) , https://ayosehat.kemkes.go.id/mencegah-remaja-tergoda-napza (ayosehat.kemenkes.go.id,
Data PKBI Kota Semarang